Ringkasan pembahasan ini
adalah sebagai berikut:
1.
Seorang
pemilik tanah yang menanami tanahnya sendiri, jika hasilnya mencapai nishab
maka zakatnya adalah 5% atau 10% bergantung pada jenis pengairannya.[1]
2.
Jika orang
itu meminjamkan tanahnya kepada orang lain tanpa imbalan apapun,[2]
maka zakat menjadi tanggungan orang yang dipinjami.
3.
Pemilik tanah
meminjamkan tanahnya kepada orang lain dengan imbalan sebagian dari hasil
tanaman. Dalam kasus ini, Qaradawi berpendapat keduanya wajib berzakat jika
setiap dari keduanya sampai nishab.[3]
4.
Jika pemilik
tanah menyewakannya dengan imbalan uang sewa, maka keduanya tetap wajib zakat
jika setiap dari keduanya sampai nishab hasil pertanian. Artinya, uang sewa yang
diterima pemilik tanah di-standard-kan dengan nishab pertanian 5 wasaq.
Demikianlah pendapat Yusuf Qaradawi mengenai hal ini.[4]
WalLâhu A‘lam bi al-Shawwâb
[1] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah
Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 375
[2] Banyak hadis shahih yang berbunyi
demikian, “Siapa yang mempunyai tanah hendaklah menanamnya atau memberikannya
kepada temannya”. Oleh karenanya, diantara ulama salaf ada yang menghukumi
“menanami tanah” – yang menganggur – adalah wajib, sedangkan Ibn Abbas
mensunnahkannya. Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah Salman Harun, dkk.
dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, Cet. X, 2007)
h. 375
[3] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah
Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 375
[4] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah
Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 378-379
Tidak ada komentar:
Posting Komentar