Selasa, 13 Januari 2015

Pajak (kharaj) Tanah Pertanian



Dalam khazanah Islam klasik dikenal dua jenis tanah, usyuriya dan kharajiya. Tanah kharajiya adalah tanah yang diperoleh umat Islam melalui penaklukan dan berstatus fa’i, misalnya Iraq, Ahwaz, Persi, Kurman, Isfahan, Ray, Syiria,[1] Mesir dan Afrika Utara. Atau tanah yang ditaklukan melalui perjanjian damai, seperti Najran, Izrah, Daumatul Jandal, Fidk dan lainnya.[2] Tanah-tanah kharajiya merupakan waqaf untuk seluruh kaum Muslimin, dibebankan atas tanah tersebut kharaj sebesar tertentu setiap tahunnya.[3]

Pernah suatu saat Bilal dan para sahabat lainnya meminta khalifah Umar ibn al-Khaththab untuk membagikan tanah-tanah kharajiya kepada para penakluknya sebagaimana harta rampasan perang (ghanimah)[4] di antara prajurit. Umar menolak permintaan itu sambil membacakan kepada mereka QS al-Hasyr 7 – 10:

Apa saja harta rampasan (fa’i)[5] yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (7) …

Ayat di atas menerangkan bahwa fa’I digunakan untuk dibagikan kepada golongan yang lemah dengan ungkapan “كي لا يكون دولة بين الأغنياء منكم” (agar kekayaan itu tidak beredar di antara orang-orang kaya diantaramu saja). Cara pembagiannya biasanya melalui teknis: memberikan gaji tentara, gaji pegawai dan untuk keperluan fasilitas umum.[6]
Kebanyakan ulama-ulama Hanafi pada kurun-kurun akhir memfatwakan bahwa tanah-tanah kharajiya di Mesir dan Syria tidak lagi dipandang sebagai tanah kharajiya dan beban kharaj sudah tidak berlaku lagi atasnya. Karena sudah dikembalikan ke baitul mâl setelah pemiliknya meninggal. Bila seseorang membeli tanah seperti itu dari baitul mal secara sah,[7] maka tanah itu sudah sah menjadi miliknya dan tidak berstatus kharajiya lagi.[8]

Sedangkan tanah Usyuriya adalah tanah yang diperoleh selain dengan cara sebagaimana tanah kharajiya. Kesimpulan dengan cara memperlawanakan dua jenis tanah ini – usyuriya dan kharajiya – digunakan untuk memudahkan pemahaman saja. Contoh tanah-tanah usyuriya, seperti: Madinah, Thaif, Yaman, Bahrain dan demikian juga Makkah yang ditaklukan dengan didahului peperangan tetapi RasûlulLâh SAW membersembahkannya kembali kepada penduduknya.[9]

WalLâhu A‘lam bi al-Shawwâb


[1] Ada keterangan “selain kota-kotanya”
[2] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 382
[3] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 382-383
[4] Seperlima dari ghanimah dibagikan kepada: a. Allah dan RasulNya. b. Kerabat Rasul (Banu Hasyim dan Muthalib). c. Anak Yatim. d. Fakir miskin. e. Ibnussabil. Sedang empat-perlima dari ghanimah itu dibagikan kepada yang ikut bertempur. Lih. Departemen Agama, Al-Qur’an Terjemah (Semarang: CV. Toha Putra, 1989) h. 259
[5] Fa'i ialah harta rampasan yang diperoleh dari musuh tanpa terjadinya pertempuran. Pembagiannya berlainan dengan pembagian ghanimah. Ghanimah harta rampasan yang diperoleh dari musuh setelah terjadi pertempuran. Departemen Agama, Al-Qur’an Terjemah (Semarang: CV. Toha Putra, 1989) h. 906
[6] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 389
[7] Status kharaj tidak bisa berubah walaupun pemiliknya telah masuk agama Islam. Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 383
[8] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 392-393
[9] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 381

Tidak ada komentar:

Posting Komentar