Dalam khazanah Islam klasik
dikenal dua jenis tanah, usyuriya dan kharajiya. Tanah kharajiya
adalah tanah yang diperoleh umat Islam melalui penaklukan dan berstatus fa’i,
misalnya Iraq, Ahwaz, Persi, Kurman, Isfahan, Ray, Syiria,[1]
Mesir dan Afrika Utara. Atau tanah yang ditaklukan melalui perjanjian damai,
seperti Najran, Izrah, Daumatul Jandal, Fidk dan lainnya.[2]
Tanah-tanah kharajiya merupakan waqaf untuk seluruh kaum
Muslimin, dibebankan atas tanah tersebut kharaj sebesar tertentu setiap
tahunnya.[3]
Pernah suatu saat Bilal dan
para sahabat lainnya meminta khalifah Umar ibn al-Khaththab untuk membagikan
tanah-tanah kharajiya kepada para penakluknya sebagaimana harta rampasan
perang (ghanimah)[4]
di antara prajurit. Umar menolak permintaan itu sambil membacakan kepada mereka
QS al-Hasyr 7 – 10:
Apa saja harta rampasan (fa’i)[5]
yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari
penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta
itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang
diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras
hukumannya. (7) …
Ayat di atas menerangkan bahwa
fa’I digunakan untuk dibagikan kepada golongan yang lemah dengan
ungkapan “كي لا يكون دولة بين الأغنياء منكم” (agar kekayaan itu tidak beredar di antara orang-orang kaya
diantaramu saja). Cara pembagiannya biasanya melalui teknis: memberikan gaji
tentara, gaji pegawai dan untuk keperluan fasilitas umum.[6]
Kebanyakan ulama-ulama Hanafi
pada kurun-kurun akhir memfatwakan bahwa tanah-tanah kharajiya di Mesir
dan Syria tidak lagi dipandang sebagai tanah kharajiya dan beban kharaj
sudah tidak berlaku lagi atasnya. Karena sudah dikembalikan ke baitul
mâl setelah pemiliknya meninggal. Bila seseorang membeli tanah seperti itu
dari baitul mal secara sah,[7]
maka tanah itu sudah sah menjadi miliknya dan tidak berstatus kharajiya lagi.[8]
Sedangkan tanah Usyuriya adalah
tanah yang diperoleh selain dengan cara sebagaimana tanah kharajiya.
Kesimpulan dengan cara memperlawanakan dua jenis tanah ini – usyuriya dan
kharajiya – digunakan untuk memudahkan pemahaman saja. Contoh
tanah-tanah usyuriya, seperti: Madinah, Thaif, Yaman, Bahrain dan
demikian juga Makkah yang ditaklukan dengan didahului peperangan tetapi
RasûlulLâh SAW membersembahkannya kembali kepada penduduknya.[9]
WalLâhu A‘lam bi al-Shawwâb
[1] Ada keterangan “selain kota-kotanya”
[2] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah
Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 382
[3] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah
Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 382-383
[4] Seperlima dari ghanimah
dibagikan kepada: a. Allah dan RasulNya. b. Kerabat Rasul (Banu Hasyim dan
Muthalib). c. Anak Yatim. d. Fakir miskin. e. Ibnussabil. Sedang empat-perlima
dari ghanimah itu dibagikan kepada yang ikut bertempur. Lih. Departemen Agama, Al-Qur’an Terjemah
(Semarang: CV. Toha Putra, 1989) h. 259
[5] Fa'i
ialah harta rampasan yang diperoleh dari musuh tanpa terjadinya pertempuran.
Pembagiannya berlainan dengan pembagian ghanimah. Ghanimah harta rampasan yang
diperoleh dari musuh setelah terjadi pertempuran. Departemen Agama, Al-Qur’an Terjemah
(Semarang: CV. Toha Putra, 1989) h. 906
[6] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah
Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 389
[7] Status kharaj tidak bisa berubah
walaupun pemiliknya telah masuk agama Islam. Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah
Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 383
[8] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah
Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 392-393
[9] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah
Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 381
Tidak ada komentar:
Posting Komentar