Para
ulama terbagi menjadi dua golongan dalam menyikapi hal ini. Pertama,
mayoritas ulama berpendapat bahwa hasil tanaman selain kurma dan anggur tidak
ditaksir. Karena zaitun misalnya, tidak boleh ditaksir karena bijinya
bertebaran dipohon sehingga tertutup oleh daun-daunnya. Disisi lain, pemiliknya
biasanya tidak memerlukannya untuk mengkonsumsinya. Berbeda dengan buah kurma
yang berkumpul ditandannya dan buah anggur yang berkumpul ditangkainya, sangat
mungkin untuk ditaksir. Disisi lain, pemiliknya memiliki keinginan kuat untuk
mengkonsumsinya ketika telah matang.[1]
Kedua,
adalah pendapat Zuhri, Auzâ‘i dan Laits. Mereka berpendapat bahwa zaitun dan
sejenisnya juga ditaksir. Karena merupakan buah yang wajib zakat dan mampu
untuk ditaksir sebagaimana kurma dan anggur.[2]
Qaradawi
sendiri berpendapat hal itu bergantung pada mungkin dan perlu tidak penaksiran
itu dilakukan. Jika memang memungkinkan dan perlu dilakukan sehingga zakatnya
bisa segera ditunaikan, maka dibolehkan untuk melakukan penaksiran terhadap
hasil tanaman selain kurma dan anggur ini. Bila tidak demikian, maka penaksiran
itu tidak boleh dilakukan.[3]
[1] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah
Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 363
[2] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah
Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 364
[3] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah
Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 364
Tidak ada komentar:
Posting Komentar