Mengenai hal ini, agaknya
tidak ditemukan ayat Al-Qur’an atau Hadis yang menguraikannya secara gamblang.
Oleh karenanya, Qaradawi dalam membahas pertanyaan ini mengemukakan berbagai
pendapat ulama yang berselisih. Paling tidak perselisihan mereka dapat
diringkas sebagai berikut:
1.
Ibn Abbas dan
Ibn Umar sependapat bahwa zakat dibayar setelah hasil tanam digunakan untuk pelunasan
hutang keperluan ladang dan tanaman, begitu pula pelunasan pajak
tanah (kharaj)[1]
dan sewa tanah.[2].
Tetapi keduanya tidak sependapat tentang hutang yang timbul untuk kepentingan
diri sendiri dan keluarga.[3]
Ibn Abbas berpendapat bahwa hutang yang diperhitungkan hanyalah hutang untuk
kepentingan tanaman, tidak untuk kepentingan keluarga. Sedangkan Ibn Umar
berpendapat bahwa semua hutang mempengaruhi zakat.[4]
2.
Jika biaya
keperluan ladang dan tanaman seperti: ongkos bajak, memetik, menyiangi,
memupuk, dll (selain pengairan)[5]
bukan dari hutang, maka Ibn Abbas dan Ibn Umar berbeda pendapat. Sebagaimana
diriwayatkan oleh Ibn Hazm bahwa Ibn Abbas berpendapat bahwa biaya harus
dikeluarkan terlebih dahulu kemudian baru dikeluarkan zakat dari sisa.
Sedangkan Ibn Umar berlawanan dengan hal itu.[6]
3.
Pendapat
ulama salaf yang paling gamblang menegaskan bahwa biaya dan beban tanaman baik
hutang maupun tidak supaya dikeluarkan terlebih dahulu kemudan baru dikeluarkan
zakatnya dari sisa adalah pendapat Atha’ yang dilaporkan oleh Ibn Hazm.[7]
Dari tiga uraian ringkas di
atas, Qaradawi tidak secara tegas mengambil pendapat Ibn Abbas, Ibn Umar atau
Atha’. Namun beliau hanya memberi kesimpulan dan contoh. Salah satu hal yang
beliau simpulkan adalah bahwa beban dan biaya dalam pandangan agama merupakan
faktor yang memperngaruhi. Besar zakat bisa menjadi kurang karenanya,
sebagaimana zakat 10% menjadi 5% karena memerlukan peralatan pengairan. Bahkan
zakat ternak bisa menjadi gugur jika ternak harus dicarikan makan sepanjang
tahun.[8]
Kemudian Qaradawi mengemukan
sebuah contoh:
·
Jika
seseorang mempunyai tanah yang menghasilkan 10 qinthar kapas seharga 200
Pounds.
·
Ia telah
mengeluarkan biaya dan pajaknya untuk itu (selain pengairan) sebesar 60 Pounds,
atau sama dengan 3 qinthar.
·
Maka ia hanya
mengeluarkan zakat dari 7 qinthar saja.
·
Bila tanah
itu diairi tanpa alat bantu, maka zakatnya 10%. Namun jika diairi dengan alat
bantu, maka zakatnya 5%.[9]
WalLâhu A‘lam bi al-Shawwâb
[1] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah
Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 371
[2] Hal ini karena jumhûr melihat
bahwa sewa tanah dapat dianalogikan dengan pajak tanah. Yusuf Qaradawi, Hukum
Zakat terjemah Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor:
Pustaka Litera AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 371
[3] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah
Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 369
[4] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah
Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 370
[5] Karena pengairan telah dijadikan rukhshah
untuk mengurangi beban zakat dari 10% menjadi 5%. Yusuf Qaradawi, Hukum
Zakat terjemah Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor:
Pustaka Litera AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 374
[6] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah
Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 372
[7] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah
Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 372
[8] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah
Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 374
[9] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah
Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 374
Tidak ada komentar:
Posting Komentar