Qaradlawi menyebutkan bahwa pada
tahun 1952 M, beberapa ulama seperti Muhammad Abu Zahrah, Abdul Wahab Khalaf
dan AbdurRahman Hasan berceramah tentang zakat profesi di Damaskus. Ceramah
tersebut paling tidak bisa disimpulkan sebagai berikut:
1.
Zakat
penghasilan yang diperoleh dari sebuah profesi usaha diambil jika sudah berlalu
satu tahun dan mencapai nishâb.
2.
Dikatakan
bahwa berkenaan dengan nishâb, madzhab Hanafi lebih jelas. Bahwa nishâb
cukup terdapat pada awal dan akhir tahun saja, tanpa harus terdapat pada
pertengahan tahun.
3.
Ketentuan nishâb[1]
harus diperhatikan sehingga jelas siapa yang tergolong kaya yang waijb
zakat dan siapa yang tergolong miskin sebagai penerimanya (mustahiq).
4.
Salah satu
pendapat ulama yang menjadi pertimbangan dalam memutuskan perkara zakat profesi
ini adalah penghasilan dari sewa-menyewa yang telah disampaikan oleh Imam
Ahmad. Dikatakan bahwa beliau berpendapat jika seseorang menyewakan rumahnya dan
mendapatkan bayaran sampai nishâb, maka orang tersebut wajib menunaikan
zakatnya tanpa persyaratan setahun.
WalLâhu A‘lam bi al-Shawwâb
Sumber: Yusuf Qaradawi, Hukum
Zakat terjemah Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor:
Pustaka Litera AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 460-461
[1] Orang Mesir dianggap kaya jika
memiliki 12 Junaih emas menurut ukuran Junaih Mesir lama.