Pertanyaan:
Assalamualaikum, bagaimana cara kita menegur orang tua kita yg
meninggalkan sholat tanpa halangan apapun, padahal mereka faham bahwa sholat
itu wajib?. Mohon penjelasannya.
Mas Arya Bani – Tamzis JCC
Jawaban:
Sesungguhnya orang yang paling tahu bagaimana cara menegur orang tua
untuk melakukan suatu kebaikan adalah keluarganya sendiri. Karena dialah orang
yang paling dekat dengannya, maka sudah seharusnya dia yang paling tahu
karakter orang tuanya.
Kemudian, tata cara apapun yang akan kita tempuh untuk mengingatkan
orang tua – apakah dengan keras atau pun lembut –, perlu diketahui bahwa ‘mengingatkan’
itu adalah kewajiban. Hal ini sebagaimana sabda Nabi SAW:
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:
«مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ
الْإِيمَانِ» - صحيح مسلم (1/ 69)
RasûlulLâh SAW
bersabda: “Siapa saja yang melihat kemunkaran, maka hendaknya ia mengubahnya
dengan tangannya (aksi), jika tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya (mewacanakan),
jika tidak mampu hendaknya dengan hatinya (diam, namun hatinya tidak suka) dan
itu adalah
selemah-lemah iman” [HR Muslim Juz I, h. 69]
Mengubah dengan tangan
tidak selalu berarti memukul pelaku kemunkaran itu. Sebagaimana perilaku
RasûlulLâh SAW sendiri, tatkala beliau mengingatkan kesalahan atau kemunkaran tidak
selalu dengan mengangkat tangan atau pedang. Akan tetapi tergantung situasi dan
kondisi orang dan lingkungan yang melingkupinya. Di bawah ini beberapa contoh
bagaimana RasûlulLâh SAW mengubah kemunkaran yang beliau saksikan.
1.
Membiarkan
Badui kencing di masjid, kemudian menasehatinya
285
- أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ فِي الْمَسْجِدِ مَعَ رَسُولِ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. إِذْ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَقَامَ يَبُولُ فِي
الْمَسْجِدِ، فَقَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
مَهْ مَهْ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا
تُزْرِمُوهُ دَعُوهُ» فَتَرَكُوهُ حَتَّى بَالَ، ثُمَّ إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعَاهُ فَقَالَ لَهُ: «إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لَا
تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هَذَا الْبَوْلِ، وَلَا الْقَذَرِ إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ
اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَالصَّلَاةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ» أَوْ كَمَا قَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: فَأَمَرَ رَجُلًا مِنَ
الْقَوْمِ فَجَاءَ بِدَلْوٍ مِنْ مَاءٍ فَشَنَّهُ عَلَيْهِ - صحيح مسلم (1/ 236)
Anas ibn Mâlik
berkata: Ketika kami berada di masjid bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba datang
seorang Arab Badui lalu berdiri untuk kencing di masjid. Maka para sahabat membentak:
“Apa ini?[1]”
Anas melanjutkan: Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kamu memutuskannya,
biarkan dia.” Maka mereka (para sahabat) membiarkan orang tersebut sehingga selesai
hajatnya. Setelah itu, Rasulullah SAW memanggil orang badui itu dan
menasihatinya, “Sesungguhnya masjid ini tidak boleh digunakan untuk kencing dan
membuang kotoran. Masjid adalah tempat untuk zikir, shalat, dan membaca
al-Qur’an.” (Atau sebagaimana sabda Nabi SAW yang sesuai).[2]
Setelah itu, Nabi SAW memerintahkan seseorang untuk mengambil satu ember air
dan menyiramnya.” (HR Muslim No. 285)
2.
Mencabut cincin
emas sahabat, kemudian membuangnya
2090
- عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ رَأَى خَاتَمًا مِنْ ذَهَبٍ فِي يَدِ رَجُلٍ، فَنَزَعَهُ فَطَرَحَهُ،
وَقَالَ: «يَعْمِدُ أَحَدُكُمْ إِلَى جَمْرَةٍ مِنْ نَارٍ فَيَجْعَلُهَا فِي
يَدِهِ»، فَقِيلَ لِلرَّجُلِ بَعْدَ مَا ذَهَبَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: خُذْ خَاتِمَكَ انْتَفِعْ بِهِ، قَالَ: لَا وَاللهِ، لَا
آخُذُهُ أَبَدًا وَقَدْ طَرَحَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -
صحيح مسلم (3/ 1655)
Dari AbdulLâh
ibn ‘Âbbâs RA, sesungguhnya RasûlulLâh SAW melihat cicin emas ditangan seorang
sahabatnya. Maka beliau mencabutnya, kemudian membuangnya. Beliau lalu
bersabda: “Salah satu dari kalian dengan sengaja mengambil bara api neraka[3]
kemudian meletakkannya pada tangannya.” Sesudah RasûlulLâh SAW pergi, dikatakan
kepada laki-laki itu: “Ambilah cincinmu, ambilah manfaat darinya.” Laki-laki
itu menjawab: “Tidak, demi Allâh, aku tidak akan mengambilnya selamanya. (Karena)
sungguh RasûlulLâh telah membuangnya.” [HR Muslim 2090]
3.
Menghadapi
orang yang meminta izin berzina
22211
- عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ: إِنَّ فَتًى شَابًّا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، ائْذَنْ لِي بِالزِّنَا،
فَأَقْبَلَ الْقَوْمُ عَلَيْهِ فَزَجَرُوهُ وَقَالُوا: مَهْ. مَهْ. فَقَالَ:
" ادْنُهْ، فَدَنَا مِنْهُ قَرِيبًا ". قَالَ: فَجَلَسَ قَالَ: "
أَتُحِبُّهُ لِأُمِّكَ؟ " قَالَ: لَا. وَاللهِ جَعَلَنِي اللهُ فِدَاءَكَ.
قَالَ: " وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِأُمَّهَاتِهِمْ ". قَالَ:
" أَفَتُحِبُّهُ لِابْنَتِكَ؟ " قَالَ: لَا. وَاللهِ يَا رَسُولَ اللهِ
جَعَلَنِي اللهُ فِدَاءَكَ قَالَ: " وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ
لِبَنَاتِهِمْ ". قَالَ: " أَفَتُحِبُّهُ لِأُخْتِكَ؟ " قَالَ:
لَا. وَاللهِ جَعَلَنِي اللهُ فِدَاءَكَ. قَالَ: " وَلَا النَّاسُ
يُحِبُّونَهُ لِأَخَوَاتِهِمْ ". قَالَ: " أَفَتُحِبُّهُ لِعَمَّتِكَ؟
" قَالَ: لَا. وَاللهِ جَعَلَنِي اللهُ فِدَاءَكَ. قَالَ: " وَلَا
النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِعَمَّاتِهِمْ ". قَالَ: " أَفَتُحِبُّهُ
لِخَالَتِكَ؟ " قَالَ: لَا. وَاللهِ جَعَلَنِي اللهُ فِدَاءَكَ. قَالَ:
" وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِخَالَاتِهِمْ ". قَالَ: فَوَضَعَ
يَدَهُ عَلَيْهِ وَقَالَ: " اللهُمَّ اغْفِرْ ذَنْبَهُ وَطَهِّرْ قَلْبَهُ،
وَحَصِّنْ فَرْجَهُ " قَالَ (2) : فَلَمْ يَكُنْ بَعْدُ ذَلِكَ الْفَتَى
يَلْتَفِتُ إِلَى شَيْءٍ. - مسند أحمد ط الرسالة (36/ 545)
Dari Abi Umamah
berkata: Sesungguhnya seorang pemuda mendatangi RasûlulLâh SAW, kemudian
berkata: “Wahai RasûlulLâh, izinkan aku berzina!” Maka sekelompok sahabat
mendatanginya, kemudian membentaknya: “Apa ini? [4]”
RasûlulLâh SAW bersabda: “Dekatkan dia (denganku)!” Maka pemuda itu mendekat
kepada RasûlulLâh SAW.
Abu Umamah
berkata: Pemuda itu duduk, kemudian RasûlulLâh SAW bersabda: “Apakah engkau
suka jika hal itu terjadi pada ibumu?” Pemuda itu menjawab: “Demi Allah, tidak! Lebih
baik Allah menjadikanku sebagai tebusanmu.” RasûlulLâh SAW bersabda: “Demikian
pula orang lain tidak suka jika itu terjadi pada ibu mereka.”
RasûlulLâh SAW
bersabda: “Apakah engkau suka jika hal itu terjadi pada putrimu?” Pemuda itu menjawab: “Demi Allah, tidak! Lebih
baik Allah menjadikanku sebagai tebusanmu.” RasûlulLâh SAW bersabda: “Demikian
pula orang lain tidak suka jika itu terjadi pada putri mereka.”
RasûlulLâh SAW
bersabda: “Apakah engkau suka jika hal itu terjadi pada saudarimu?” Pemuda itu menjawab: “Demi Allah, tidak! Lebih
baik Allah menjadikanku sebagai tebusanmu.” RasûlulLâh SAW bersabda: “Demikian
pula orang lain tidak suka jika itu terjadi pada saudari mereka.”
RasûlulLâh SAW
bersabda: “Apakah engkau suka jika hal itu terjadi pada bibimu (bibi dari bapak)?”
Pemuda itu menjawab: “Demi Allah, tidak!
Lebih baik Allah menjadikanku sebagai tebusanmu.” RasûlulLâh SAW bersabda: “Demikian
pula orang lain tidak suka jika itu terjadi pada bibi mereka (bibi dari bapak).”
RasûlulLâh SAW
bersabda: “Apakah engkau suka jika hal itu terjadi pada bibimu (bibi dari ibu)?”
Pemuda itu menjawab: “Demi Allah, tidak!
Lebih baik Allah menjadikanku sebagai tebusanmu.” RasûlulLâh SAW bersabda: “Demikian
pula orang lain tidak suka jika itu terjadi pada bibi mereka (bibi dari ibu).”
Abu Umamah
berkata: Kemudian beliau meletakkan tangan beliau di atas pemuda itu dan
berdoa: "Ya Allah, ampuni dosanya, bersihkan hatinya dan jagalah
kemaluannya" Abu Umamah berkata: Sesudah itu, pemuda ini tidak lagi
berpaling pada kemaksiatan (hal-hal yang negatif). [HR Ahmad 22211]
4.
Mendiamkan sahabat
yang tidak ikut berperang sampai 50 hari
6255
- أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ كَعْبٍ، قَالَ: سَمِعْتُ كَعْبَ بْنَ مَالِكٍ: "
يُحَدِّثُ حِينَ تَخَلَّفَ عَنْ تَبُوكَ، وَنَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كَلاَمِنَا، وَآتِي رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأُسَلِّمُ عَلَيْهِ، فَأَقُولُ فِي نَفْسِي: هَلْ حَرَّكَ
شَفَتَيْهِ بِرَدِّ السَّلاَمِ أَمْ لاَ؟ حَتَّى كَمَلَتْ خَمْسُونَ لَيْلَةً،
وَآذَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِتَوْبَةِ اللَّهِ عَلَيْنَا
حِينَ صَلَّى الفَجْرَ " - صحيح البخاري (8/ 57)
AbdulLâh bin Ka‘ab
berkata; saya medengar Ka‘ab bin Malik bercerita ketika dia tidak mengikuti
perang tabuk (tanpa udzur), RasûlulLâh SAW melarang berbicara kepada kami. Aku
medatangi Rasulullah SAW, kemudian aku memberi salam kepadanya. Aku berkata dalam
hatiku: “Apakah beliau menggerak-gerakkan bibirnya untuk menjawab salam ataukah
tidak?!” Sampai hal itu berlangsung genap lima puluh malam. Kemudian Nabi SAW
mengumumkan penerimaan Allah atas taubat kami ba’da shalat shubuh. [HR Bukhârî
6255]
Empat hal itu merupakan
contoh bagaimana sikap RasûlulLâh menghadapi kemunkaran yang beliau saksikan.
Hal itu juga merupakan penjelas dari hadis “wajibnya mengubah kemunkaran” yang
telah kami sebutkan di atas. Kemudian sikap mana yang paling tepat untuk menghadapi
kemunkaran orang tua? Maka keluarganya sebagai orang yang paling dekat
seharusnya yang paling tahu dibandingkan orang lain.
WalLâhu A‘lam bi al-Shawwâb
Miftah Khilmi Hidayatulloh, Lc.
Hikmah al-Qur’ân
[1]
Lafal “مه مه” adalah kata untuk
menghentak, dapat diartikan “Apa ini?” Lih. Muslim ibn Hajjaj al-Naisâbûrî (w.
261), Shahîh Muslim Juz II di-tahqîq oleh Muhammad Fu’âd
Abdul Bâqî (Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâts
al-‘Arabî) h. 236
[2]
Agaknya perawi yakin dengan
isi hadis tersebut, namun ragu dengan ketepatan redaksinya sehingga mengatakan
hal ini.
[3]
RasûlulLâh SAW mengumpamakan
cicin emas yang dipakai laki-laki dengan bara api neraka.
[4]
Lafal “مه مه” adalah kata untuk
menghentak, dapat diartikan “Apa ini?” Lih. Muslim ibn Hajjaj al-Naisâbûrî (w.
261), Shahîh Muslim Juz II di-tahqîq oleh Muhammad Fu’âd
Abdul Bâqî (Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâts
al-‘Arabî) h. 236
Tidak ada komentar:
Posting Komentar