Senin, 29 September 2014

Berpuasa Sebelum Shalat Idul Adha



Pertanyaan:
Benarkah sebelum Idul Adha disunnahkan berpuasa? Bagaimana penjelasannya?
Mas Dhani – Tamzis JCC
Jawaban:

Benar, sebagaimana hadis-hadis di bawah ini:

Pertama:

22984 -  حَدَّثَنِي عَبْدُ اللهِ بْنُ بُرَيْدَةَ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَا يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ، وَلَا يَأْكُلُ يَوْمَ الْأَضْحَى حَتَّى يَرْجِعَ فَيَأْكُلَ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ " - مسند أحمد ط الرسالة (38/ 88)

AbdulLâh ibn Buraidah berbincang kepadaku, dari bapaknya, berkata: “Adalah RasûlulLâh SAW, tidak pergi pada hari raya idul fitri sampai makan (terlebih dahulu), dan tidak makan pada hari raya Idul Adha sampai kembali. Beliau (baru) makan sebagian dari kurbannya itu (sesudah kembali).” [HR Ahmad 22984]

Kedua: Memperjelas hadis pertama.

953 - عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَغْدُو يَوْمَ الفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ تَمَرَاتٍ» «وَيَأْكُلُهُنَّ وِتْرًا» - صحيح البخاري (2/ 17)

Dari Anas ibn Mâlik, berkata: “RasûlulLâh SAW tidak berangkat pada hari Idul Fitri sampai beliau makan kurma (terlebih dahulu)” (Anas menambahi dari jalur lain): “Beliau memakannya dengan jumlah ganjil.” [HR Bukhârî 953]

Kedua hadis tersebut menerangkan:
1.     Sunnahnya berbuka sebelum Idul Fitri, terutama dengan kurma; dan
2.     Sunnahnya “tidak makan” sebelum melaksanakan shalat Idul Adha.

Problemnya, bagaimana kita memaknai kata “tidak makan” itu. Apakah itu berarti tidak makan sesudah bangun tidur sampai shalat Idul Adha selesai? Atau berarti tidak makan sesudah adzan subuh berkumandang sampai shalat Idul Adha selesai.

Tidak ada keterangan spesifik menjelaskan kata “tidak makan” itu.  Oleh karenanya kita kembalikan kepada hukum asal tentang puasa atau menahan makanan itu sendiri. RasûlulLâh SAW tidak mengajarkan puasa pada malam hari. Bahkan itu cenderung masuk kategori puasa wishâl yang terlarang.[1] Maka jelaslah bahwa yang dimaksud “tidak makan” dalam hadis di atas adalah RasûlulLâh SAW tidak makan sejak adzan subuh berkumandang sampai selesai shalat idul adha. Karena itu adalah kebiasaan atau tradisi “puasa” atau “tidak makan” yang diajarkan oleh RasûlulLâh SAW.

WalLâhu A‘lam bi al-Shawwâb

Miftah Khilmi Hidayatulloh, Lc.
Hikmah al-Qur’ân


[1] Puasa wishâl adalah puasa yang bersambung, seharusnya puasa selesai ketika berbuka tetapi dia tetap meneruskan puasanya. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa istri Basyîr ibn al-Khashâshiyyah ingin berpuasa dua hari secara bersambung. Maka Basyîr melarangnya sebagaimana Nabi SAW melarang hal ini. Kemudian dia berkata bahwa yang demikian ini adalah perbuatan orang Nasrani. Maka berbukalah pada malam hari (ba’da maghrib sampai subuh). Lih. Ahmad ibn Alî ibn Hajar al-‘Asqalânî al-Syâfi‘î, Fath al-Bârî Juz IV (Beirut: Dâr al-Ma‘rifah, 1379 H) h. 203

Tidak ada komentar:

Posting Komentar