Senin, 29 Desember 2014

Hukum Menaksir Nishab Zakat Kurma dan Anggur - DR Yusuf Qaradawi



A.    Hukum

a.     Bid’ah dan Tertolak

Al-Sya’bî berpendapat bahwa sistem penaksiran untuk menentukan nishâb itu hukumnya bid’ah. Sedangkan golongan ahl al-ra’yi[1] menolak dan berpendapat bahwa penaksiran itu dilakukan untuk menakut-nakuti petani (pada waktu itu) agar tidak berbohong. Oleh karenanya, khabar yang menginformasikan tentang hal ini tidak bisa dijadikan sebagai landasan hukum. Hal itu juga hanya dugaan yang tidak mungkin benar dan hanya diperbolehkan sebelum riba dan qimar[2] dilarang.[3] Imam Abu Hanifah juga menolak hal ini, bagi beliau penaksiran ini sama halnya dengan menduga-duga yang tidak bisa dijadikan sebagai landasan hukum, sebagaimana ia juga menolak undian (al-qur’ah).[4]

b.     Mubah

Tampaknya Qaradawi cenderung memilih pendapat ini. Kemudian ia menuliskan bahwa para salaf yang mendukung pendapat ini diantaranya: Umar ibn al-Khaththab, Sahal ibn Abu Husma, Marwan, Qasim ibn Muhammad, Hasan, ‘Atha, Zuhri, Umar ibn Dinar, Malik, Syâfi’î, Abu Dawud, Abu Tsaur dan lainnya.[5] Para jumhur ini memukakan alasan sebagai berikut:

1.     Diriwayatkan oleh Sa’îd ibn al-Muasayyab dan ‘Itâb: “Sesungguhnya Nabi SAW mengutus sahabatnya supaya mentaksir (berat) angur dan buah-buahan mereka”. [HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibn Mâjah][6]

2.     Dari Sa’îd ibn Musayyib – dalam satu riwayat lainnya – berkata: “RasûlulLâh SAW memerintahkan supaya anggur juga ditaksir (zakatnya/ beratnya) sebagaimana kurma. Kemudian anggur ( ‘inab) zakatnya diambil berupa anggur (zabîb), sebagaimana kurma (nakhl) zakatnya diambil berupa kurma kering (tamr).”[7]

3.     Nabi pernah mempraktekkan sendiri penaksiran itu. Beliau menaksir besar zakat kebun seorang perempuan di satu kampung, pada masa perang Tabuk, yang besarnya 10 wasaq. “Coba kau hitung lagi, benarkah demikian!” perintah Nabi SAW. Perempuan itu menghitungnya dan ternyata memang sebanyak apa yang dikatakan RasûlulLâh SAW. [Hadis Mursal, riwayat Abu Dawud, Nasâ’î, Ibn Hibban, dan Dâruquthnî][8]

4.     Abu Dawud meriwayatkan dari Aisyah yang menceritakan peristiwa perang Khaibar, “Nabi SAW mengutus AbdulLâh ibn Rawahah kepada seorang Yahudi untuk menaksir besar zakat kurmanya waktu matang sebelum dimakan.” [HR Bukhari - Muslim][9]

5.     Dari Sahl ibn Abî Husymah berkata: RasûlulLâh SAW bersabda: “Apabila kalian menaksir, maka pungutlah dan tinggalkan sepertiganya, jika tidak meninggalkan sepertiga maka tinggalkan seperempat.” [HR Khamsah, kecuali Ibn Majah].[10]

WalLâhu A‘lam bi al-Shawwâb


[1] Diterjemahkan muktazilah dalam buku Hukum Zakat. Lih. Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 361
[2] Diterjemahkan dalam buku Hukum Zakat dengan “undian”. Dalam buku aslinya Fiqh al-Zakâh disebut dengan lafal “qimar”. “Qimar” adalah semacam judi atau sering diterjemahkan money game, bukan undian. Namun demikian, Qaradawi sempat menuliskan pendapat Imam Abu Hanifah yang menolak al-qur’ah (undian). Lih. Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 361
[3] Yusuf Qaradawi, Fiqh al-Zakâh (Beirut: Muassasah al-Risâlah, Cet. II, 1393 H/ 1973 M) h. 383
[4] Yusuf Qaradawi menuliskan bahwa Imam Abu Hanifah menolak al-qur’ah (undian). Hal ini belia referensikan dalam kitab Ma’âlim al-Sunan, Jilid 2; 210. Lih. Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 382
[5] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 359
[6] Sanad hadis terputus karena Sa’îd tidak bertemu ‘Itâb. Maka disebut mursal. Tetapi hadis tersebut diperkuat oleh beberapa hadis, perbuatan sahabat dan perbuatan sebagian besar ulama. Demikian Qaradawi menukil dari al-Talkhîsh h. 181 karangan Imam Nawawi. Lih. Yusuf Qaradawi, Fiqh al-Zakâh (Beirut: Muassasah al-Risâlah, Cet. II, 1393 H/ 1973 M) h. 382
[7] Keadaan sanad sama seperti hadis sebelumnya.
[8] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 360
[9] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 360
[10] Yusuf Qaradawi, Fiqh al-Zakâh (Beirut: Muassasah al-Risâlah, Cet. II, 1393 H/ 1973 M) h. 383

Tidak ada komentar:

Posting Komentar