A.
Hukum
a.
Bid’ah dan
Tertolak
Al-Sya’bî berpendapat bahwa sistem
penaksiran untuk menentukan nishâb itu hukumnya bid’ah. Sedangkan golongan
ahl al-ra’yi[1]
menolak dan berpendapat bahwa penaksiran itu dilakukan untuk menakut-nakuti
petani (pada waktu itu) agar tidak berbohong. Oleh karenanya, khabar yang
menginformasikan tentang hal ini tidak bisa dijadikan sebagai landasan hukum. Hal
itu juga hanya dugaan yang tidak mungkin benar dan hanya diperbolehkan sebelum
riba dan qimar[2]
dilarang.[3] Imam
Abu Hanifah juga menolak hal ini, bagi beliau penaksiran ini sama halnya dengan
menduga-duga yang tidak bisa dijadikan sebagai landasan hukum, sebagaimana ia juga
menolak undian (al-qur’ah).[4]
b.
Mubah
Tampaknya Qaradawi cenderung
memilih pendapat ini. Kemudian ia menuliskan bahwa para salaf yang mendukung
pendapat ini diantaranya: Umar ibn al-Khaththab, Sahal ibn Abu Husma, Marwan,
Qasim ibn Muhammad, Hasan, ‘Atha, Zuhri, Umar ibn Dinar, Malik, Syâfi’î, Abu
Dawud, Abu Tsaur dan lainnya.[5]
Para jumhur ini memukakan alasan sebagai berikut:
1.
Diriwayatkan
oleh Sa’îd ibn al-Muasayyab dan ‘Itâb: “Sesungguhnya Nabi SAW mengutus
sahabatnya supaya mentaksir (berat) angur dan buah-buahan mereka”. [HR Abu Dawud,
Tirmidzi, dan Ibn Mâjah][6]
2.
Dari Sa’îd
ibn Musayyib – dalam satu riwayat lainnya – berkata: “RasûlulLâh SAW
memerintahkan supaya anggur juga ditaksir (zakatnya/ beratnya) sebagaimana
kurma. Kemudian anggur ( ‘inab) zakatnya diambil berupa anggur (zabîb),
sebagaimana kurma (nakhl) zakatnya diambil berupa kurma kering (tamr).”[7]
3.
Nabi pernah
mempraktekkan sendiri penaksiran itu. Beliau menaksir besar zakat kebun seorang
perempuan di satu kampung, pada masa perang Tabuk, yang besarnya 10 wasaq.
“Coba kau hitung lagi, benarkah demikian!” perintah Nabi SAW. Perempuan itu
menghitungnya dan ternyata memang sebanyak apa yang dikatakan RasûlulLâh SAW. [Hadis
Mursal, riwayat Abu Dawud, Nasâ’î, Ibn Hibban, dan Dâruquthnî][8]
4.
Abu Dawud
meriwayatkan dari Aisyah yang menceritakan peristiwa perang Khaibar, “Nabi SAW
mengutus AbdulLâh ibn Rawahah kepada seorang Yahudi untuk menaksir besar zakat
kurmanya waktu matang sebelum dimakan.” [HR Bukhari - Muslim][9]
5.
Dari Sahl ibn
Abî Husymah berkata: RasûlulLâh SAW bersabda: “Apabila kalian menaksir, maka
pungutlah dan tinggalkan sepertiganya, jika tidak meninggalkan sepertiga maka
tinggalkan seperempat.” [HR Khamsah, kecuali Ibn Majah].[10]
WalLâhu A‘lam bi al-Shawwâb
[1] Diterjemahkan muktazilah dalam buku Hukum
Zakat. Lih. Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah Salman Harun, dkk.
dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, Cet. X, 2007)
h. 361
[2] Diterjemahkan dalam buku Hukum
Zakat dengan “undian”. Dalam buku aslinya Fiqh al-Zakâh disebut
dengan lafal “qimar”. “Qimar” adalah semacam judi atau sering
diterjemahkan money game, bukan undian. Namun demikian, Qaradawi sempat
menuliskan pendapat Imam Abu Hanifah yang menolak al-qur’ah (undian). Lih.
Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh
al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 361
[3] Yusuf Qaradawi, Fiqh al-Zakâh
(Beirut: Muassasah al-Risâlah, Cet. II, 1393 H/ 1973 M) h. 383
[4] Yusuf Qaradawi menuliskan bahwa Imam
Abu Hanifah menolak al-qur’ah (undian). Hal ini belia referensikan dalam
kitab Ma’âlim al-Sunan, Jilid 2; 210. Lih. Yusuf Qaradawi, Hukum
Zakat terjemah Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor:
Pustaka Litera AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 382
[5] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah
Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 359
[6] Sanad hadis terputus karena Sa’îd
tidak bertemu ‘Itâb. Maka disebut mursal. Tetapi hadis tersebut diperkuat oleh
beberapa hadis, perbuatan sahabat dan perbuatan sebagian besar ulama. Demikian
Qaradawi menukil dari al-Talkhîsh h. 181 karangan Imam Nawawi. Lih. Yusuf
Qaradawi, Fiqh al-Zakâh (Beirut: Muassasah al-Risâlah, Cet. II, 1393 H/
1973 M) h. 382
[7] Keadaan sanad sama seperti hadis
sebelumnya.
[8] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah
Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 360
[9] Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat terjemah
Salman Harun, dkk. dari kitab Fiqh al-Zakâh (Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, Cet. X, 2007) h. 360
[10] Yusuf Qaradawi, Fiqh al-Zakâh
(Beirut: Muassasah al-Risâlah, Cet. II, 1393 H/ 1973 M) h. 383
Tidak ada komentar:
Posting Komentar